Penguasaan Teknologi Dan Industri Pertahanan Dalam Menuju Kemandirian Alpalhankam Nasional

 Oleh; Jusuf Sarante. ST.,M.Si

 

Latar Belakang

Pentingnya penguasaan teknologi dan Industri pertahanan dalam menciptakan kemandirian nasional terkait pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam),  seiring dengan tingkat dan laju perkembangan teknologi yang terus maju dan berkembang.

Sebuah bangsa/negara  akan mempunyai kemampuan yang kuat pertahannannya apabila ditunjang dengan  kemampuan negara tersebut dalam memproduksi berbagai macam sarana dan prasarana pendukung pertahanan melalui industri pertahanan yang dimilikinya.

Dalam membangun sebuah industri pertahanan yang mandiri memang tidak mudah, namun diperlukan berbagai macam upaya dan sumberdaya yang tidak sedikit. Disamping memerlukan dana yang besar, juga dibutuhkan pengusaan teknologi tinggi. Hal tersebut tidak bisa dilaksanakan dalam waktu yang singkat, serta memerlukan kerjasama berbagai pihak. Kementerian Pertahanan Indonesia sebagai penanggungjawab utama sistem pertahanan Indonesia memerlukan kerjasama dengan pihak lain untuk mewujudkan pengembangan industri pertahanan yang mandiri. Pemberdayaan industri nasional untuk pembangunan pertahanan memerlukan kerja sama di antara tiga pilar industri pertahanan, yaitu Badan Penelitian dan Pengembangan serta Perguruan Tinggi, Industri, dan pihak Kemhan/TNI.

Untuk menghindari ketergantungan dari produsen dan berkeinginan menekan anggaran pembelanjaan dari produsen alutsista di luar negeri, maka Pemerintah Indonesia berinisiatif untuk memberdayakan potensi-potensi industri dalam negeri untuk menjadi pemasok bagi persenjataan dan armada perang TNI. Di tahun 2012, lahirlah Undang-Undang nomor 16 tentang Industri Pertahanan yang mengatur tentang pemanfaatan dan maksimalisasi industri pertahanan dalam negeri demi mencapai target MEF tahap I dengan tujuan penguatan industri pertahanan. Tujuan penguatan industri pertahanan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI guna tercapainya MEF pada tahun 2024, dan tujuan yang kedua adalah tercapainya kemandirian dalam pengadaan alutsista TNI di tahun 2029.

UU RI No.16 tahun 2012 dijelaskan bahwa, penyelenggaraan Industri Pertahanan dilaksanakan berdasarkan atas asas:

 a) Prioritas; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan dilaksanakan sesuai dengan prioritas pembangunan dan kemampuan pertahanan dan keamanan negara secara bertahap.

  1. b) Keterpaduan; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan yang melibatkan berbagai pihak terkait dan pelaksanaannya harus terpadu serta terkoordinasi,
  2. c) berkesinambungan; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan yang berkesinambungan serta harus dilaksanakan secara dini agar dapat menghasilkan barang dan jasa yang dapat didayagunakan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.
  3. d) Efektif dan efisien berkeadilan; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan perlu dikelola secara profesional dengan menggunakan prinsip manajemen modern, demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional agar mencapai hasil guna dan daya guna yang optimal.
  4. e) Akuntabilitas; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. f) Visioner; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan harus memberikan solusi yang bersifat strategis jangka panjang dan menyeluruh.
  6. g) Prima; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan memberikan manfaat bagi seluruh pemangku kepentingan secara keseluruhan mulai tahap awal sampai dengan tahap akhir sehingga dapat memberikan hasil yang optimal.
  7. h) Profesional; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan dan seluruh lembaga yang berkaitan dengan Industri Pertahanan serta sumber daya manusia yang ada di dalamnya harus dapat menjalankan fungsinya masing-masing sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya yang mengacu pada ketentuan di dalam Undang-Undang ini.
  8. i) Kualitas; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan beserta produk Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang dihasilkan harus memenuhi kriteria atau standar yang telah disepakati sesuai dengan perkembangan kemajuan teknologi.
  9. j) Kerahasiaan; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan yang berkaitan dengan formulasi rancang bangun produk pada proses atau kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan tidak boleh diketahui oleh pihak-pihak di luar Industri Pertahanan serta di luar instansi yang berkaitan dengan Industri Pertahanan.
  10. k) Tepat waktu; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan yang berkaitan dengan penyampaian atau distribusi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang diproduksi oleh Industri Pertahanan kepada Pengguna harus dilakukan sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati.
  11. l) Tepat sasaran; bahwa penyampaian atau distribusi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang diproduksi oleh Industri Pertahanan harus diterima dan digunakan oleh Pengguna yang memesan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan.
  12. m) Tepat guna; bahwa Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang diproduksi oleh Industri Pertahanan serta yang diterima oleh Pengguna harus digunakan sesuai dengan peruntukannya.
  13. n) Pemberdayaan sumber daya manusia nasional; bahwa anggaran pertahanan dan keamanan yang ada harus dipergunakan secara efektif untuk membayar jam kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja nasional dalam proses produksi Industri Pertahanan.
  14. o) Kemandirian; bahwa penyelenggaraan Industri Pertahanan mampu memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan berdasarkan sebagian besar dan/atau sepenuhnya pada sumber daya yang ada di dalam negeri.

 

Profil Industri Pertahanan Indonesia

Keberadaan industri pertahanan nasional di Indonesia tidak bisa terlepaskan dari pada peran Prof. B.J. Habibie yang menginisiasi dibentuknya industri strategis. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1983 merupakan langkah awal pembangunan industri strategis, termasuk industri pertahanan. Keppres tersebut membidani lahirnya PT IPTN (yang saat ini menjadi PT DI), yang kemudian membidangi industri pertahanan bidang kedirgantaraan, PT PAL yang membidangi industri kemaritiman, PT PINDAD yang membidangi peralatan persenjataan dan amunisi, PT DAHANA yang membidangi dalam pembuatan bahan peledak, PT LEN yang membidangi alat-alat elektronika dan komunikasi di bidang pertahanan. Selain kelima perusahaan diatas terdapat industri strategis lain yang diatur dalam keputusan presiden tersebut, yaitu:  PT. Krakatau Steel, PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), PT. Industri Kereta Api (INKA). Selanjutnya dengan Keputusan Presiden No 44 Tahun 1984, dibentuk Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS). Melalui Keputusan Presiden ini pula terdapat penambahan badan usaha yang masuk sebagai kategori industri strategis yaitu: PT. Boma Bima Indra, dan PT. Barata Indonesia, dan peruhahan PT. Nurtanio berubah menjadi PT. Industri Pesawat Terbang (sekarang PT. Dirgantara Indonesia), UP Lembaga Elektronika LIPI menjadi UP Lembaga Elektronika Nasional LIPI (sekarang PT. LEN Industri) dan Perum Dahana menjadi PT. Dahana.  Dari sekian industri strategis pertahanan tersebut, hasil produksi PT. Pindad yang mengemuka dan sering dibicarakan oleh banyak pihak. Dalam website www.pindad.com, PT. Pindad menggolongkan produksi dan jasa yang dihasilkannya dalam beberapa kategori yaitu: senjata, amunisi,  special purpose vehicles,  commercial explosives, forging & casting, mesin industri dan jasa. Senjata SS1 dengan turunan dan berbagai varian serta amunisinya adalah salah satu produk PT Pindad yang mampu memenuhi kebutuhan senjata ringan bagi TNI. Bahkan senjata tersebut menjadi senjata standar TNI. Selain itu Panser Anoa 6×6 menjadi andalan produk PT. Pindad untuk kategori spesial purpose vehicles. Masih banyak produk lain dari PT. Pindad, selain menghasilkan produk untuk kepentingan pertahanan juga menghasilkan produk untuk kepentingan komersil lainnya.  PT PAL telah mampu memproduksi kapal-kapal jenis korvet, kapal patroli, galangan pendaratan, tanker, serta dok pemeliharaan kapal perang. PT DI telah memproduksi pesawat transpor sayap tetap, helikopter, pesawat patroli maritim, pesawat pengintai, simulator pesawat, serta pemeliharaan dan perbaikan pesawat. PT LEN telah memproduksi sistem kendali peralatan militer, sistem deteksi, radar dan sonar, serta peralatan komunikasi militer. Demikian pula, PT DAHANA telah memproduksi berbagai jenis bahan peledak. Disamping Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) tersebut, terdapat perusahaan swasta nasional yang menghasilkan produk alutsista yang sudah dipakai untuk kepentingan pertahanan bagi TNI.

Kendala Yang Dihadapi Dalam Pengembangan Industri Pertahanan.

Pengembangan industri pertahanan tentunya terkait dengan kondisi perekonomian suatu negara. Dalam teori ekonomi pertahanan disebutkan terdapat dua ciri khusus dalam kebijakan pertahanan: pertama adalah rasa aman dan damai adalah barang publik yang tidak bisa dibanding-bandingkan dan dibatasi. Contohnya adalah rasa aman dari seorang penduduk yang tinggal di suatu negara sebagai akibat dari pertahanan oleh tentara negara tersebut adalah sebuah hak setiap warga negara tersebut dan tidak ada seorangpun yang boleh menghalangi dia untuk menikmati rasa aman tersebut. Kedua, pemerintah adalah pembeli utama dari produk sebuah industri pertahanan, dalam beberapa kasus pemerintah adalah pembeli satu-satunya (monopsoni). Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri pertahanan suatu negara.

Dari teori tersebut terdapat sedikitnya dua hal yang menjadi kendala dalam industri pertahanan, yaitu dalam kebijakan politik anggaran pertahanan dan kebijakan pemakaian alutsista produksi dalam negeri. Indonesia sebagai negara demokrasi, melihat bahwa kebijakan terhadap anggaran suatu program tentunya harus memperhatikan berbagai kondisi yang ada, termasuk didalamnya kondisi perekonomian. Demikian halnya dengan anggaran pertahanan, besarnya anggaran pertahanan Indonesia masih harus dibatasi oleh kemampuan perekonomian Indonesia yang masih kurang. Hal tersebut akhirnya juga mempengaruhi pengalokasian anggaran untuk pengembangan industri pertahanan.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan industri pertahanan adalah kemampuan industri pendukung lainnya sebagai penyuplai bahan baku. Hal ini jugalah yang menjadi titik lemah Indonesia, industri bahan baku terutama industri baja dan hasil logam lain namun hasil produksinya belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri pertahanan, dan masih banyak komponen industri pertahanan Indonesia yang bahan bakunya import dari negara lain.

 

Penelitian dan Pengembangan dalam Industri Pertahanan Indonesia

 Pemerintah Indonesia sekarang ini dengan serius menerapkan kebijakan untuk menghidupkan kembali, serta mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Hal tersebut dibuktikan dengan dibentuknya Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan disyahkannya UU No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan pada tanggal 5 Oktober 2012 yang lalu. Kebijakan-kebijakan pemerintah tentang industri pertahanan tersebut akan berlansung dengan baik bila salah satunya adalah didukung adanya penelitan dan pengembangan dalam bidang pertahanan, khususnya bidang industri pertahanan.

 

Kemampuan  Litbang Pada Indhan Yang Diharapkan

Peningkatkan kemampuan penelitian dan pengembangan pada industri pertahanan di satu sisi memang akan berhadapan dengan berbagai persoalan seperti sulitnya memperoleh transfer teknologi, persaingan produk industri pertahanan dengan negara maju. Belum terwujudnya penelitian dan pengembangan untuk mendukung kebutuhan Alutsista, dikarenakan  pembangunan nasional masih dititikberatkan di sektor ekonomi serta TNI yang masih lebih suka menggunakan Alutsista produk Luar Negeri. Di sisi lain apabila kita dapat mencermati peluang dan kendala dari pengamatan perkembangan lingkungan strategis sekarang ini, maka kemampuan penelitian dan pengembangan pada Industri pertahanan dapat ditingkatkan.

 

Dengan memperhatikan hal-hal di atas, akan seperti apa kemampuan penelitian dan pengembangan pada industri pertahanan yang diharapkan. Disini diperlukan Penelitian dan pengembangan yang lebih fokus untuk melaksanakan fungsinya, dapat mendukung industri pertahanan yang jelas arah produksinya, didukung SDM yang berwawasan teknologi pertahanan dan tidak terkendala dengan pembiayaan penelitian dan pengembangannya, sehingga harapan-harapan ini dapat terwujud apabila :

 

  1. Bidang usaha Industri pertahanan harus dapat dispesialisasikan/ dikelompokkan menurut fungsi dan bidang teknologi pertahanan, yaitu:

1)    Industri yang memproduksi sarana-prasarana/Alutsista yang memfokuskan “daya gerak” (rantis, ranpur, kapal, pesawat udara).

2)    Industri yang dapat memproduksi senjata, amunisi dan bahan peledak atau yang memfokuskan “daya tempur”

3)    Indusri yang memproduksi peralatan elektronika untuk keperluan produk K4I (komando, kendali, komunikasi, komputer dan informasi).

4)    Industri yang bergerak di bidang sistem senjata yang terintegrasi (Fire Control System)

5)    Industri yang bergerak di bidang perbekalan baik yang mempunyai spesiali-sasi bekal makanan maupun bekal perlengkapan perorangan/prajurit.

 

  1. Industri pertahanan terkait Penelitian dan pengembangan harus mampu melaksanakan upaya-upaya deversifikasi produk industrinya baik untuk keperluan militer maupun non militer. Hal ini untuk mengantisipasi apabila Negara dalam keadaan damai tentunya permintaan produk militer berskala kecil. Apabila produk non militernya diakui dan bisa diterima oleh pasar, maka hal ini akan memperkuat Penelitian dan pengembangannya untuk produk militer.

 

  1. Industri pertahanan juga harus terus menerus dan berlanjut dalam mengembangkan kemampuan SDMnya dalam rangka penguasaan teknologi dan investasi teknologi sehingga mempunyai spesialisasi atau kompetensi sesuai tersebut titik a di atas. Hal ini perlu dilaksanakan, karena akan memperkuat SDM Penelitian dan pengembangan pada Industri pertahanan itu sendiri.

Teknologi Pertahanan

Teknologi  Penguasaan dan profesionalisme setiap warga negara di bidang teknologi yang berdaya saing dalam rangka pengelolaan sumber daya dan sarana prasarana nasional secara mandiri merupakan kekuatan dalam melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang. Penguasaan teknologi yang dilandasi kesadaran bela negara merupakan modalitas yang mendukung kemandirian bangsa dalam memenuhi ketersediaan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, pengembangan energi, pengelolaan sumber daya mineral, industrialisasi, sosial budaya, ekonomi serta pertahanan negara.

Industri Pertahanan

Pembangunan dan pendayagunaan industri pertahanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan sebagai payung hukum. Kewajiban menggunakan Alpalhankam produk industri pertahanan dan pemeliharaan Alpalhankam di Indonesia, menjadi landasan kebijakan Pemerintah dalam membangun dan mendayagunakan Industri Pertahanan dalam negeri.  Industri pertahanan didorong untuk melaksanakan kegiatan substitusi impor dan peningkatan komponen lokal dalam rangka meminimalkan ketergantungan impor. Konsekuensi terhadap industri pertahanan dituntut harus meningkatkan penguasaan teknologi dan manufaktur, kapabilitas kerja sama dan jasa pemeliharaan, serta layanan purna jual. Dalam rangka membangun dan mendayagunakan industri pertahanan melibatkan penggunaan teknologi tinggi. Percepatan penguasaan teknologi dan penentuan program prioritas dibidang pertahanan dilaksanakan melalui pengembangan teknologi  pertahanan  dan  penguatan  inovasi  teknologi.

 

Kesimpulan

Dari latar belakang dan bahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk menguasai teknologi dan industeri pertahanan adalah perlu adanya pembinaan sumber daya manusia pertahanan yang dilakukan secara terencana dan sistematis dengan tujuan agar didapatkan tingkat penguasaan teknologi pertahanan yang memadai dan handal. Perang di masa depan menuntut tingkat penguasaan teknologi canggih, dibarengi dengan kemandirian dalam merancang dan memproduksi Alutsista pertahanan. Pembinaan SDM perlu mengikuti kaidah-kaidah ilmiah agar pengetahuan yang didapat dari proses pendidikan dan penelitian dapat dijadikan modal intelektual baik bagi organisasi maupun negara secara keseluruhan. Dalam pembinaan SDM pertahanan untuk penguasaan teknologi pertahanan, diperlukan fasilitas pendidikan yang memadai dibarengi dengan kurikulum dan suasana yang mendorong terciptanya hasil didik yang kreatif dan inovatif.

 

Daftar pustaka            

Lukman Fahmi Djarwono, Article tentang PEMBANGUNAN INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA: MENUJU  PEMENUHAN TARGET MEF ATAU SEKEDAR MENUJU ARM CANDY?, Volume 2               Nomor 2, Juni 2017, hlm. 27

Habibi Yusuf Sarjono, ST, MHan. “Peran Strategis Pembangunan Industri Pertahanan”, dalam https://www.scribd.com/doc/306154678/Peran-Strategis-Pembangunan-Industri-Pertahanan

Hartley, Keith. The Economics of Defence Policy, A New Perspective.(Abingdon: Routledge Studies in Defence and Peace Economics, 2011), hlm. 3.

Markowski, Stefan. Defence Procurement and Industry Policy, A Small Country Perspective. .(Abingdon: Routledge Studies in Defence and Peace Economics, 2010), hlm. 163.

 Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008

Buku Putih Pertahanan Indonesia Tahun 2015, tentang KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PEMBINAAN KEMAMPUAN PERTAHANAN NEGARA,

Baca Juga
Komentar
Loading...