Kader Korupsi, Pengamat: Lagi-lagi Parpol Gagal Bina Kader

BULETIN NUSANTARA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin, sebagai tersangka kasus suap.

Politisi Golkar itu terjerat perkara suap penanganan perkara TPK yang ditangani KPK di Lampung Tengah.

Sekretaris Prodi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie, menilai, penangkapan ini menunjukkan lagi-lagi partai politik gagal menjalankan peran dan fungsi mereka. Terutama, dalam pendidikan politik antikorupsi.

Sebab, kader parpol-parpol besar yang memenangi pemilu, sudah duduk di parlemen maupun menjadi kepala daerah, banyak yang kini tersangka korupsi. Ada gubernur, wali kota atau kepala daerah yang kerap disebut berprestasi dan berintegritas.

“Tapi, begitu masuk menjadi kader parpol, sudah masuk dalam sistem yang korup, ditangkap KPK,” kata Gugun, Ahad (26/9).

Dilansir dari Republika Online, kata Gugun, saat ini Indonesia membutuhkan sistem politik yang tidak cuma modern tapi terbuka dan tidak korupsi. Sebab, Gugun menilai, di tengah sistem politik yang baik, gerombolan pencuri akan tertutup peluangnya untuk korupsi.

Sebaliknya, lanjut Gugun, di tengah sistem politik yang amburadul, filsuf bijak sekalipun bisa berubah jadi serigala yang merampok negara.

Dia melihat, parpol jadi satu institusi demokrasi di Indonesia yang tidak mau melakukan reformasi.

“Percuma membenahi lembaga peradilan, menata sistem pemilu, menguatkan lembaga antikorupsi, tapi lupa membenahi parpol yang sudah rusak,” ujar Gugun.

Selain itu, dia menilai, parpol-parpol di Indonesia semakin alami kemunduran. Mereka sulit didorong menjadi bahkan menuju arah partai politik modern, yang tentu harus menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

Gugun menerangkan, kita bisa melihat pelaporan dana kampanye parpol yang sangat tidak terbuka dan nihil pertanggung jawaban. Parpol tidak terbuka kepada publik mulai dari mendapat uang dari mana, mendapat berapa dan dipakai untuk apa saja.

“Maka, agenda membenahi parpol di Indonesia wajib dilakukan untuk pencegahan korupsi, sekaligus menata demokrasi yang dirusak parpol sendiri,” kata Gugun.

KPK melakukan penahanan terhadap Azis Syamsuddin, setelah penyidik memeriksa sekitar 20 saksi dan alat bukti lain.

Azis ditangkap paksa di kediamannya di Jakarta Selatan usai meminta penundaan pemanggilan dan pemeriksaan yang dijadwalkan 24 September 2021 lalu.

Saat itu, Azis mengaku sedang menjalani isolasi mandiri karena sempat interaksi dengan seseorang yang dinyatakan positif covid. Tapi, usai dilakukan pengecekan hasil tes antigen berkata lain, sehingga KPK bisa melakukan pemeriksaan. (rol/hud)

Baca Juga
Komentar
Loading...